Pemanfaatan potensi obat tradisional herbal hingga saat ini jauh dari optimal. Terbukti baru ada 36 rumah sakit dan 20% kabupaten/kota di Indonesia yang menyediakan pelayanan kesehatan tradisional, pengobatan alternatif, dan komplementer.
“Pemanfaatannya pada sarana kesehatan masih rendah. Padahal Indonesia adalah negara terbesar kedua di dunia dalam soal biodiversity tanaman obat,“ ujar Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer Kementerian Kesehatan Abidinsyah Siregar di sela-sela diskusi mengenai obat tradisional, dengan perwakilan dari Kementerian Kesehatan Thailand, di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, dengan terus merambat naiknya harga obat konvensional di pasaran, semestinya terapi pengobatan herbal dapat menjadi alternatif bagi masyarakat. Apalagi, saat ini Indonesia memiliki sekitar 30 ribu jenis tumbuhan herbal. Dari jumlah itu, sebanyak 9.600 di antaranya berkhasiat obat.
“Sayang sekali jika potensi yang besar tersebut tidak dimanfaatkan.” Ia mencontohkan negara maju seperti Amerika Serikat misalnya, telah memiliki 45 macam obat penting yang terbuat dari herbal, dan 14 jenis dari tanaman itu justru asli berasal dari Indonesia.
Di Indonesia sendiri, obat berbahan baku herbal dikelompokkan menjadi tiga, yaitu jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka atau obat yang keamanan dan khasiatnya telah terbukti secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik. Saat ini di Indonesia telah memiliki 38 OHT dan 6 obat herbal yang telah mendapat label fitofarmaka. Sayangnya, kata Abidinsyah, pemanfaatannya di sarana kesehatan primer dan sekunder seperti rumah sakit dan puskesmas amat minim. Peresepan obat herbal berfitofarmaka pun, kata dia, masih sedikit. “Dokter dan pasien belum yakin dengan khasiat obat herbal.” Karena itu, lanjut dia, untuk mengembangkan potensi obat tradisional, Kemenkes menargetkan pada 2014 telah ada 100 rumah sakit pemerintah yang menyediakan pelayanan kesehatan alternatif dan komplementer.
Selain itu, kata Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Slamet Riyadi Yuwono, pada 2014, 50% kabupaten/kota di Indonesia diharapkan menyediakan layanan pengobatan tradisional. (Tlc/H-2)
(Media Indonesia)