Produksi jamu pada 2015 diperkirakan meraup keuntungan Rp 20 triliun atau naik Rp 6 triliun dari tahun sebelumnya. Proyeksi kenaikan itu dinilai dampak dari perubahan gaya hidup masyarakat yang menganggap minum jamu merupakan bagian dari gaya hidup sehat.
Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Toeti Rahajoe, Kamis (8/1), di Jakarta, mengatakan, prospek produk jamu kini bukan sekadar obat alternatif.
“Sebagai bagian gaya hidup sehat, produk jamu kini semakin dikemas secara variatif, mulai dari kapsul, pil, permen, hingga minuman siap saji. Mengenai rasa, pabrik juga berinovasi memproduksi jamu yang tidak terasa pahit,” ujar Toeti.
Tujuannya menurut Toeti, adalah gaya hidup minum jamu mampu menyasar ke remaja hingga anak-anak. Iklan produk jamu juga semakin gencar supaya bisa meraih segmen konsumen itu. Produk Tolak Angin, misalnya, pada April 2014 pernah memakai grup JKT48 sebagai bintang iklan. Grup itu diharapkan bisa menyasar konsumen remaja dan anak-anak.
Presiden Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk Irwan Hidayat mengatakan, selain jamu, produk kesehatan berbahan baku tumbuh-tumbuhan atau disebut obat herbal akan semakin meningkat.
Perusahaan Sido Muncul memiliki 30 produk jamu tradisional dalam bentuk bubuk instan, 32 produk herbal, dan 22 jenis minuman sehat yang sebagian dikemas siap saji.
Produk jamu kemasan bubuk masih menjadi produk unggulan meski jumlahnya kecil. “Saya melihat obat berbahan baku alam yang dikembangkan dalam wujud kapsul dan cair akan semakin diminati pasar,” tutur Iwan.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, jumlah industri jamu nasional mencapai 1247 industri. Dari jumlah itu, 129 industri merupakan industri obat tradisional. Sisanya, usaha kecil dan menengah.
Pada 2013, pemerintah memberikan bantuan kepada usaha kecil dan menengah untuk dapat memproduksi jamu yang berkualitas. “Kami juga kerap melakukan bantuan pelatihan teknis dan cara memproduksi obat tradisional yang baik sesuai syarat Badan Pengawas Obat dan Makanan,” kata Toeti. (MED)
(Harian Kompas, 9 Januari 2015)